Enjoy in My Website - Semoga Bermanfat.

Monday, 14 November 2016

Strategi Indonesia dalam Menghadapi Pasar Bebas dan Era Globalisasi


STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI PASAR BEBAS DAN ERA GLOBALISASI



DISUSUN OLEH :

NAMA                      :       DANDY HAFIDH FAUZI

NIM                          :       43213120052

BIDANG STUDI       :       S1-AKUNTANSI

UNIVERSITAS MERCU BUANA
TAHUN PELAJARAN 2014/2015


PENDAHULUAN
Suatu fenomena yang dalam terakhir ini berkembang pesat mengikuti pesatnya laju globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok ekonomi dan perdagangan regional disejumlah wilayah di dunia.Di dalam literature perdagangan / ekonomi internasioanal, fenomena ini disebut sebagai regionalism, yakni pembentukan integrasi-integrasi ekonomi regional seperti ASEAN di Asia Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa, dan NAFTA di Amerika Utara. Bentuk  dari integrasi-integrasi ekonomi regional yang ada bervariasi, mulai dari yang sangat sederhana atau yang masih pada tahap awal dari pembentukan suatu integrasi ekonomi regional, yakni sejumlah negara membuat kesepakatan-kesepakatan bersama untuk meningkatkan perdagangan antarmereka (preferential trading arrangement; PTA) yang bersifat tidak mengikat atau sukarela seperti APEC (Asia Pacific Economic Co-operation) hingga pembentukan organisasi resmi dengan segala macam kesepakatan yang sifatnya mengikat, seperti ASEAN dan UE.
            Kedua organisasi ekonomi regional tersebut mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap perdagangan internasional, terutama UE yang merupakan organisasi ekonomi regional termaju di dunia hingga saat ini yang telah mencapai tahap akhir dari pembentukan  suatu integrasi ekonomi regional yakni kesamaan dlam bidnag fiscal dan moneter dengan mengeluarkan uang tunggalnya Euro(€). Bahkan organisasi ekonomi ini juga sangat diperhitungkan di dalam kancah perpolitikan internasioanal. Semakin pentingnya UE, tidak hanya di dalam perekonomian dan perdagangan Eropa, tetapi juga pada tingkat global, banyak negara-negara di Eropa Timur bekas negara-negara satelit Uni soviet berkeinginan keras untuk bergabung dengan UE. Bahkan Turki telah ditolak oleh Perancis unutk semntara waktu tetap berusaha sekuat tenaga untuk bergabung dengan UE.
Era globalisasi merupakan kondisi dimana hampir tidak ada batas antar negara terkait adanya arus barang/jasa, informasi, kebudayaan dan masih banyak lagi.Jika dilihat dari sisi perdagangan internasional, arus barang/jasa antar negara menjadi semakin lancar, karena hambatan perdagangan mulai dikurangi bahkan dihilangkan.Dengan demikian daya saing suatu negara sangat penting untuk bisa bertahan dalam era globalisasi.Pembahasan tentang perekonomian Indonesia di era globalisasi, sangatlah perlu, karena mau tidak mau Indonesia adalah sebagai bagian dari dunia internasional dimana kita membutuhkan barang/jasa dan modal dari luar negeri sekaligus membutuhkan pasar di luar negeri untuk ekspor produksi dalam negeri. Pada subbab awal akan dibahas tentang prinsip-prinsip perdagangan internasional yang menjadi dasar beberapa perjanjian-perjanjian perdagangan seperti AFTA dan AEC. Munculnya GATT dan WTO sebagai suatu organisasi yang mengatur tentang perdagangan internasional juga akan dibahas dalam paper ini. Dalam paper ini juga dibahas tentang beberapa regionalisasi perdagangan, seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) dan AEC (ASEAN Economic Community). Selain itu juga akan dibahas tentang strategi bangsa Indonesia dalam menghadapi pasar bebas asean baik AFTA, ACFTA, AEC dan beberapa literatur yang meneliti bagaimana posisi dan kesiapan Indonesia dalam menghadapai pasar bebas.
  
PEMBAHASAN
PRINSIP – PRINSIP PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Prinsip-prinsip perdagangan internasional ini disusun oleh General Agreement Trade and Tariff (GATT), sebuah organisasi yang mengatur perdagangan internasional.GATT nantinya berubah menjadi World Trade Organization (WTO).Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Most Favored Nation atau Non Diskriminasi
Secara umum, tidak ada diskriminasi antar negara dalam perdagangan internasional. Semua negara  mendapatkan perlakuan yang sama. Namun demikian dalam beberapa hal negara-negara berkembang mendapatkan perlakukan khusus.
2.    National Treatment
Adanya perlakuan yang sama antara barang domestik maupun barang lokal. Artinya jika suatu barang impor sudah masuk ke pasar domestik, maka barang tersebut mendapatkan perlakuan yang sama dengan barang domestik.
3.    Tarif sebagai Instrumen Tunggal untuk Proteksi.
Pembolehan kebijakan untuk melindungi produk domestik dengan cara pengenaan tarif terhadap barang impor. Tetapi pengenaan tarif adalah instrumen tunggal untuk proteksi sehingga tidak ada kebijakan lain. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan proteksi lebih jelas dan transparan serta dampak distorsi dari kebijakan proteksi bisa lebih jelas.
4.    Tarif binding
Adanya tarif yang pasti dan jelas.Hal ini agar lebih bisa memprediksi biaya-biaya terkait perdagangan internasional.
5.    Persaingan Yang Adil
Dalam perdagangan internasional diterapkan persaingan secara fair.Misalnya ketika suatu negara melakukan subsidi ekspor atau dumping, maka negara pengimpor bisa melakukan politik anti-dumping.
6.    Larangan terhadap Restriksi Kuantitatif
Secara umum, negara-negara dilarang melakuan pembatasan kuota terhadap barang impor.Pembatasan kuantitas ini dianggap menjadi penghambat dalam perdagangan internasional.Prinsip ini dikecualikan untuk negara-negara yang bermasalah dengan neraca pembayaran.Namun demikian, perkecualian ini bersifat sementara sampai negara tersebut bisa menormalkan neraca pembayarannya.

7.    Waiver dan Pembatasan Darurat terhadap Impor
Pembatasan terhadap Impor diperbolehkan hanya untuk keadaan darurat saja.Misalnya ketika suatu negara industrinya terganggu karena barang impor yang melimpah atau ketika neraca pembayaran, maka negara bisa melakukan pembatasan terhadap kuota impor.
8.    Perkecualian untuk Perjanjian Perdagangan  Regional
Prinsip-prinsip dalam GATT ini bisa dikecualikan untuk perdagangan regional.Pada prinsipnya perdagangan regional bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan bentuk hambatan lainnya bagi negara anggota.Contohnya adalah zona perdagangan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).Bahkan di MEE telah menggunakan 1 mata uang yaitu Euro. Perdagangan regional yang lain seperti AFTA, ACFTA dan AEC termasuk contoh lainnya yang akan segera diterapkan.

WTO DAN GATT
A. Latar Belakang Munculnya WTO  dan GATT
GATT kepanjangan dari General Agreement of Tariff and Trade.Terbentuk tahun 1947 dengan tujuan untuk menyusun regulasi terkait dengan perdagangan internasional.Kemudian GATT berkembang dan terus diperbaiki sistem maupun kelembagaannya sehingga terbentuklah WTO (World Trade Organization).Pada dasarnya dua lembaga tersebut dibentuk untuk mengatur tentang perdagangan internasional.Dalam sejarahnya perdagangan internasional adalah perdagangan bebas antara negara-negara di dunia dimana secara prinsip perdagangan bebas tersebut diharapkan mampu memberikan suatu solusi terbaik dan keadilan bagi berjalannya roda perekonomian dunia.Perdagangan internasional timbul akibat dari saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya.Namun bukan berarti suatu negara yang berdaulat tergantung sepenuhnya pada negara berdaulat lainnya, melainkan suatu situasi dan kondisi dimana semuanya saling membutuhkan, saling memerlukan untuk mempertahankan keseimbangan politis dan ekonomis dan tentu pula dalam rangka pemenuhan kepentingan masing-­masing negara.Satu negara mungkin mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) terhadap negara lain atau bahkan keunggulan mutlak (absolute advantage), untuk itu diperlukan hubungan hukum antar negara yang meliputi individu-individu, perusahaan-perusahaan dan pemerintah. Pendapat ini adalah salah satu alasan yang menjelaskan mengapa pentingnya perdagangan internasional.Dalam sudut pandang yang lain, terdapat sisi lemah dalam konsep perdagangan bebas pada masa lalu, yaitu sebuah perdagangan bebas tanpa adanya kontrol dan regulasi perdagangan yang jelas. Akibatnya masing-masing negara saling memproteksi diri dan hanya saling menguntungkan negaranya sendiri, hal tersebut dikarenakan kekeliruan persepsi terhadap perdagangan bebas. Adapun persepsi yang dibangun pada masa itu bahwa perdagangan dunia adalah saling memangsa satu sama lain, atau saling memproteksi dan merugikan negara lain. Melihat keadaan tersebut maka diperlukan adanya eksistensi prinsip kebebasan dalam bidang perdagangan tersebut. Banyak usaha yang telah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup panjang dan akhirnya menghasilkan suatu organisasi perdagangan internasional yang diberi nama Word Trade Internasional atau yang lebih dikenal dengan sebutan WTO yang terbentuk tanggal 1 Januari 1994. Sebelum terbentuknya Word Trade Internasional (WTO) sebagai sebuah organisasi perdagangan internasional yang utuh, maka untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan di bidang perdagangan internasional juga telah dibentuk General on Tariffs and Trade (GATT) yang banyak ditandatangani oleh negara peserta pada tahun 1947 dan mulai berlaku sejak 1948.

B. Tujuan Perdagangan Internasional
Secara umum tujuan adanya perdagangan internasional yang dipelopori oleh GATT dan WTO diantaranya adalah untuk
1.    Terciptanya lingkungan perdagangan internasional yang aman dan pasti bagi komunitas bisnis
2.    Melanjutkan proses liberalisasi perdagangan untuk mengembangkan perdagangan
3.    Meningkatkan investasi dan lapangan kerja.
4.    Memberikan suatu solusi terbaik dan keadilan bagi berjalannya roda perekonomian dunia serta
5.    Mewujudkan ketertiban dan keadilan dibidang perdagangan internasional.
Meskipun demikian, dalam perjalanannya untuk menciptakan liberalisasi dan stabilisasi perdagangan di dunia, banyak kendala dan kepura-puraan yang terjadi dalam perdagangan internasional, bukti yang ada memperlihatkan bahwa kalangan pemerintah menyerah pada tekanan-tekanan yang bersifat protektif, akibatnya diambil tindakan-tindakan restruktif yang digunakan dengan alasan politik jangka pendek.Selama ancaman proteksi menyusupi perdagangan dunia, ketidakpastian akses pasar akan terus merusak kepercayaan dunia usaha, terlebih lagi tindakan kembali ke bilateralisme yang berlawanan dengan multilateralisme akan menghancurkan tujuan dan fungsi yang telah dilakukan oleh GATT ataupun WTO.
Adapun salah satu cara untuk menciptakan dan mewujudkan semua tujuan di atas adalah dengan secara bersama-sama memudahkan pengaturan tarif melalui perundingan. Selama lebih empat puluh tahun berdirinya GATT, putaran negosiasi yang beruntun telah mengubah situasi dunia, terutama sehubungan dengan perdagangan antara negara-negara pedagang utama (negara maju).  Perbaikan yang cukup besar dalam kondisi-kondisi perdagangan adalah dengan cara memberikan lebih banyak kebebasan memiliki kepada pembeli dengan harga yang lebih rendah. Cara ini dinilai telah tepat dapat meningkatkan standar kehidupan dimana-mana dan pada saat yang sama telah menaikkan efisiensi dan kesejahteraan produsen.
C. Komponen-Komponen Kelembagaan GATT
Sebagai sebuah sistem pengendali dalam bidang perdagangan internasional, GATT mempunyai komponen kelembagaan utama yang sedikit berbeda dengan WTO. Adapun komponen tersebut terdiri dari:
1.    GATT Sebagai Perjanjian Internasional
General on Tariffs and Trade (GATT) sebagai sebuah perjanjian merupakan instrumen formal yang memberikan batasan maupun ruang gerak kepada GATT itu sendiri sebagai sebuah lembaga. Oleh karena itu GATT mempunyai kadar yuridis yang cukup tinggi. Jelasnya GATT hanyalah sebuah bentuk perjanjian yang legal dan memiliki kekuatan hukum, bukan sebuah organisasi internasional yang utuh.Namun secara berangsur-angsur GATT menghimpun tenaga-tenaga stap, memiliki gedung sebagai markas besar, mengembangkan berbagai komite, membuat anggaran, peraturan-peraturan internal dan mengadakan berbagai tindakan yang merupakan suatu organisasi.
2.    GATT sebagai forum pengambilan keputusan
Secara bersama dan secara consensus negara anggota GATT mengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan bersama.
3.    GATT sebagai forum penyelesaian sengketa
Salah satu kegiatan utama GATT adalah sebagai forum penyelesaian sengketa apabila terjadi pelanggaran hak dan kewajiban yang dilakukan oleh negara anggota.Akan tetapi forum penyelesaian sengketa di masa GATT memiliki kelemahan tersendiri, yaitu banyaknya penolakan negara-negara anggota dan banyaknya model penyelesaian sengketa berbeda yang dinilai sesuai dengan kepentingan tiap-tiap negara anggota.
Oleh karna itu menurut Hudec terdapat tiga langkah mendasar dalam upaya pembaruan prosedur penyelesaian sengketa GATT, yaitu:
a.    Perlunya peninjauan kembali prosedur penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga itu sendiri sehubungan dengan munculnya keraguan dikalangan negara-negara anggota.
b.    Memperbaiki kelemahan-kelemahan substansif yang menyebabkan negara anggota menolak model penyelesaian sengketa yang ditawarkan dalam GATT tersebut.
c.    Pada bidang-bidang yang memungkinkan pembaharuan prosedural, diperlukan kewenangan dan kekuasaan yang lebih besar dalam sistem GATT.
4.    GATT sebagai forum negosiasi
Sebagai forum negosiasi GATT menyelenggarakan serangkaian perundingan formal untuk meningkatkan perdagangan dunia melalui upaya mengurangi hambatan-hambatan terhadap perdagangan dunia baik berupa tarif maupun non-tarif.

D. WTO Sebagai Penyempurnaan dari GATT
Sedangkan komponen kelembagaan dalam WTO adalah bersifat penyempurnaan dari komponen-komponen GATT terdahulu yang dapat dilihat sebagai berikut:
1.    WTO sebagai organisasi perdagangan internasional yang permanen Word Trade Internasional (WTO) adalah suatu lembaga perdagangan multilateral yang permanen. Sebagai lembaga yang permanen peranan WTO akan lebih kuat dibandingkan GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam struktur organisasi dan sistem pengambilan keputusan. WTO memiliki status sebagai organ khusus PBB seperti halnya IMF (Internasional Monetary Fund) dan IBRD (Internasional Bank for Reconstructes and Monetary Development). Hal tersebut berbeda dengan GATT yang hanya berbentuk sebuah perjanjian yang legal.
2.    WTO Sebagai Lembaga Penyempurna GATT.
Maksudnya adalah setelah beralihnya GATT menjadi WTO, maka terdapat beberapa organ baru yang tidak terdapat dalam GATT, seperti Minestrial Conference, General Council, Council Trade and Goods (Dewan Perdagangan Jasa), Council for Trade Related Asfects of Internasional Proferty Rights (Dewan Untuk Aspek Dagang yang Terkait dengan HAKI), Dispute Setlement Body (Badan Penyelesaian Sengketa) serta Trade Policy Review Body (Badan. Peninjauan Kebijaksanaan Perdagangan). Semua organ tersebut tidak terdapat dalam GATT.
  
REGIONALISASI PERDAGANGAN UNTUK INDONESIA
A. AFTA (ASEAN Free Trade Area)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tariff bagi negara-negara anggota ASEAN.
AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Pada awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada tahun 1999.
Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003.
Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga kategori :
1.    pengecualian sementara,
2.    produk pertanian yang sensitif
3.    pengecualian umum lainnya.
Untuk kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0-5 %. Sedangkan untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0 %.
AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4 program, yaitu :
1.    Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negara- negara ASEAN hingga mencapai 0-5 persen.
2.    Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).
3.    Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas.
4.    Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen
B. ACFTA (ASEAN–China Free Trade Area)
ASEAN–China Free Trade Area(ACFTA), adalah suatu kawasanperdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Tiongkok. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010. Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA. Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Tiongkok pada bulan November 2000. Pada saat itu Tiongkok memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Regionalisasi ini memungkinkan membanjirnya barang-barang dari negara ASEAN dan Tiongkok ke Indonesia karena hambatan tarif dan non-tarif yang semakin dikurangi. Tetapi di sisi lain, peluang barang produksi Indonesia untuk memperole pasar di Tiongkok dan negara lain juga besar. Tinggal bagaimana daya saing dari masing-masing produk tersebut.
Dalam rangka pelaksanaan ACFTA, Indonesia dan Tiongkok menyepakati beberapa hal antara lain:
1.    Tiongkok sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis (pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar Tiongkok. 
2.    Kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRT demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan.
3.    Kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI.
4.    Kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur.
5.    Kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation)
6.    Membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation) yang intinya berisi perjanjian dan komitmen kedua negara untuk meningkatkan hubungan bilateral khususnya terkait zona perdagnagan ACFTA.

C. ASEAN Economic Community (AEC)         
Pada tahun 1997, kepala negara ASEAN menyepakati adanya ASEAN Vision 2020, yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dna berdaya saing tinggi dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi. Untuk mewujudkan ASEAN Vision tersebut, pad atahun 2007 dibentuklah 3 pilar yaitu :
1.    ASEAN Economic Community
2.    ASEAN Political-Secure Community
3.    ASEAN Socio-cultural Community.
AEC adalah salah satu kesepakatan negara-negara ASEAN dalam bidang ekonomi.Kesepakatan ini diimplementasikan dengan munculnya AFTA yang sudah dimulai pada tahun 2003.Penerapan AEC yang semula direncanakan tahun 2020, dipercepat menjadi tahun 2015.
Untuk mengimplementasikan AEC, disusunlah AEC blueprint yang menjadi pedoman pelaksanaan AEC bagi semua negara anggota.Adapun kerangka blueprint dari AEC adalah sebagai berikut.
1.    ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang,  jasa, investasi, tenaga terdidik, dan aliran modal yang lebih bebas;
2.    ASEAN sebagai kawasan ekonomi dengan daya saing tinggi,dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infratsruktur, perpajakan dan e-commerce;
3.    ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam);
4.    ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Dari kerangka tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembentukan AEC adalah untuk membentuk suatu kawasan perekonomian dengan daya saing tinggi dengan peraturan dan kesepakatan yang jelas antar sesama negara anggota dengan tujuan akhir adalah kemakmuran bagi masing-masing negara.

STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI PASAR BEBAS
A.   Strategi Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Asean (AFTA)
Dalam AFTA, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Sebab, mekanisme tarif yang merupakan wewenang negara dipangkas.Karena itu, diperlukan perubahan paradigma yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan perdagangan yang mengandalkan proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing.Tidak saja secara nasional atau regional dalam AFTA, namun juga secara global.Karena itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan, dan keunggulan produk menjadi salah satu kunci keberhasilan.

1. Kebijakan Perdagangan sebagai Langkah Awal Peran Pemerintah
Kebijakan perdagangan dalam periode memasuki era globalisasi ekonomi diarahkan pada penciptaan dan pemantapa kerangka landasan perdagangan, yaitu dengan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menenunjnag efisiensi produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan rakyat serta menetapkan stabilitas ekonomi.Dalam pelaksanaanya, kebijakan tersebut dupayakan secara terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan dibidang-bidang lainnya agar tercapainya keseimbangan dalam mencapai berbagai tujuan pembangunan.
Kerangka landasn perdagangan yang ingin dicapai tersebut meliputi unsur-unsur sebagai berikut.
1.    Penciptaan struktur ekspor nonmigas yang kuat dan tangguh yang tidak terganggu oleh gejolak  dengan melakukan diversifikasi, baik produk pasar maupun pelakunya.
2.    Penciptaan system distribusi nasional ayng efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan daya saing produk-produk ekspor, mempertahankan tingkat harga yang stabil didalam negeri dan pengembangan produksi dalam negeri menuju structur ekonomi yang  lebih berimbang dengan industry yang makin kuat dan didukung oleh pertanian yang tangguh.
3.    Peningkatan daya saing usaha sebagai pelaku dalam kegiatan ekonomi perdagangan, baik dalam negeri maupun ekspor dengan memupuk kebersamaan yang kokh dalam menghadapi pasar dunia yang semakin ketat persaingannya. Di samping itu di bina kerjasama yang saling menguntungkan antara unsure-unsur dunia usaha dan antara yang besar, menengah dan kecil.
4.    Transportasi pasar dan pengelolaan kegiatan perdagangan. Untuk itu, kegiatan informasi perdaganganakan  lebih diintensifkan agar para pengusaha dengan mudah memperolehnya. Telah dibangun system jaringan informasi pasar yang untuk  sementara kegiatannya masih terbatas di ibukota provinsi utama, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Surabaya, dan Ujung Pandang. Jaringan informasi ini dihubungkan juga dengan kantor-kantor Indonesian Trade Promotion Centre (ITCP) di luar negeri. Informasi yang tersedia meliputi berbagai peraturan dibidang ekspor, daftar iportir diluar negeri, produk-produk yang diminta, dan data-data perdagangan berbagai Negara.
5.    Kemantapan bekerjanya lembaga-lembaga perdagangan. Berfungsinya secara baik lembaga-lembaga perdaganagan sangat penting dalam memperlancar arus pengadaan dan penyaluran barang, baik untu keperluan didalam negeri maupun untuk ekspor. Untuk itu,akan terus dikembangkannya peranan dari badan pelaksana komoditi, pasar lelang karet, pembinaan keagenan, pasar dan sebagainya.
6.    Kemantapan bekerjanya sector penunjang perdagangan. Untuk itu, secara terus menerus dibina kerjasama berbagai instasi terkait agar dapat persamaan persepsi dan langkah dalam rangka meningkatkan ekspor khususnya serta terbinanya perdagnagn yang lancer pada umumnya.
Pembangunan perdagangan dalam negeri sangat berperan  dalam mewujudkan trilogy pembangunan, yang meliputi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan laju pertumbuhan, dan memantapkan stabilitas ekonomi. Perdagangan dalam negeri yang efisien dan efektif akan memperlancar arus barang dan jasa serta semakin meluasnya pasar produk-produk dalam negeri akan meningkatkan kegiatan produksi dari sector ynag bersangkutan maupun sector lain. Berkembangnya sector-sektor tersebut dengan sendirinya akan meningktkan kesmpatan kerja. Tersedianya barang dna jasa dipasar dengan harga yang layak bagi kesejahteraan hidup rakyat. Hal ini dimungkinkan apabila diterapakan system tata niaga yang efisien dan efektif.

2. Menciptakan Perusahaan yang Kreatif, Inovatif dan mampu bersaing dengan pihak Asing
            Asean Free Trade Area, menuntut setiap Industri maupun perusahaan yang akan bersaing didalamnya untuk memberikan output terbaik dan memiliki ciri khas yang menampilkan keunggulan bangsa. Sehingga industri tersebut mampu bersaing dengan negara lain.  Indonesia memiliki ratusan industri yang tersebar di berbagai sektor. Industri tersebut meliputi Industri Sandang, Pangan, Property, Pariwisata, Pertambangan dan lain lain.Jika diperhatikan, ada perbedaan besar antara industri di indonesia dengan negara lain, yaitu kemampuan industri dalam menciptakan output yang memiliki daya tarik serta kualitas kelas atas. Indonesia memang memiliki industri yang lebih bannyak, namun kualitas rata-rata dari industri tersebut masih kurang bersaing. Pemerintah perlu melakukan sinergi dengan masyarakat untuk membangun industri yang berkualitas, kreatif, inovatif dan mampu bersaing dengan industri lain.

3. Membangun Kesadaran ‘Aku Cinta Indonesia’
            Adanya Asean Free Trade Area akan menciptakan asosiasi dan akulturasi antar budaya di indonesia. Budaya-budaya antar negara di ASEAN akan saling berbaur dan menciptakan persaingan budaya. Indonesia harus menanamkan rasa cinta tanah air dan rasa bangga menggunakan produk industri sendiri pada masyarakatnya. Tujuannya agar indonesia tidak kalah saing dalam persaingan antar budaya di ASEAN. Selain itu, penanaman rasa cinta produk indonesia, akan meningkatkan jumlah pendapatan ekonomi dan menurangi dampak impor produk dari luar negeri.

4. Proteksi
            Proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industry-industri domestic terhadap masuknya barang impor dalam jangka waktu tertentu.Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan, atau mengecilkan kelangsungan indusri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum.Tindakan tersebut merupakan aktivitas yang dapat dibenarkan, bahwa tidak masuk akal untuk mengimpor barang yang dibuat didalam negeri.Sesuai dengan pemikiran Merkantilisme, kebijakan perdagangan luar negeri memiliki dua tujuan utama, yakni meningkatkan ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor.Contoh dari proteksi yang telah dilakukan oleh pemerintah menghadapi AFTA adalah sebagai berikut ini.
Departemen Pertanian (Deptan) menyetujui usulan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) agar pemerintah memberikan perlindungan sementara terhadap komoditas hasil pertanian yang belum mampu bersaing di Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). Pemerintah harus memberikan perlindungan yang bagus, dalam artian proteksi yang mampu memacu petani untuk berkembang dan pada saat yang sama kita butuh pemicu buat mereka dalam bentuk dukungan kredit, teknologi, informasi, dan sebagainya. fasilitas tersebut diperlukan agar petani Indonesia tetap eksis, termasuk pemberlakuan tarif Bea Masuk (BM) impor yang tinggi untuk komoditas pertanian tertentu. Bahkan negara lain khususnya di luar ASEAN telah lebih dulu dari Indonesia melakukan proteksi untuk komoditas tertentu melalui pengenaan tarif impor yang tinggi. Cina misalnya, mengenakan kuota impor beras dengan BM sebesar 1-9 persen untuk jumlah kuota yang ditetapkan sebanyak 200 ribu ton dan tarif impor 180 persen di atas kuota itu. Dalam pelaksanaan Common Effective Preferential Tariff (CEPT)-AFTA, masing-masing negara setiap tahun mengeluarkan legal enactment (semacam surat keputusan) pada 1 Januari yang memasukkan produknya dalam IL.
Dalam SK Menteri Keuangan mengenai CEPT-AFTA pada 2001, hanya sekitar 7.192 pos tarif yang disetujui masuk IL.Pada 2002, jumlahnya produk yang masuk dalam IL bertambah menjadi 7.206 pos tarif dengan masuknya sejumlah item produk pertanian itu. Namun dari total 7.206 pos tarif yang masuk IL, 66 pos tarif untuk produk kimia dan plastik tidak dimajukan penurunan tarifnya pada 2002, melainkan tetap pada 2003. Tidak hanya Indonesia yang produknya masuk daftar fleksibilitas, sehingga produk dalam IL-nya belum mencapai tarif nol sampai 5 persen.Anggota ASEAN lainnya yang memasukkan produknya dalam daftar fleksibilitas adalah Brunei 16 item, Malaysia 922 item, Pilipina 199 item, dan Thailand 472 item.
Meskipun sekitar 99 persen dari 7.206 pos tarif diturunkan tarifnya pada 2002, Indonesia diyakini mampu bersaing dengan produk negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data statistik, perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya selalu surplus, kecuali dengan Thailand, karena Indonesia banyak mengimpor gula dan beras. Selama ini, Indonesia maupun negara ASEAN lainnya kurang memanfaatkan perdagangan regional.Perdagangan Indonesia dengan sesama negara ASEAN sejauh ini baru mencapai 20 persen.Padahal, perdagangan sesama negara di Eropa mencapai 70%.

5. Persoalan yang dihadapi oleh Indonesia  
Dalam menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEAN masih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional.
Faktor lain yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di semua lapisan, harga produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi malah menampilkan sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dunia.
Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional.Miliaran dolar amblas setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan dengan baik. Menurut taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari seharusnya digunakan untuk mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan sarana yang lain. Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja.Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif.Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan.Ternyata, kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomer 63 tahun 1999, pihak asing dimungkinkan untuk mempunyai saham hampir 99 persen.Jadi jika ingin menambah sahamnya, sedangkan partner lokalnya tidak mampu, maka saham partner lokal menjadi terdivestasi.

6. Dampak AFTA
Ada banyak dampak suatu perjanjian perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi. Secara teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya, negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan perdagangan).
Saat ini AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan.Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.Sesuai dengan teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.
Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN.Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China.Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia. Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia
7. Keuntungan AFTA Bagi Indonesia
Suatu kesepakatan atau perjanjian kerjasama dalam perdagangan dilakukan terdapat suatu keuntungan tersendiri bagi negara yang ikut kedalamnya. Dalam AFTA tersendiri, negara-negara ASEAN sepakat untuk ikut serta berarti terdapat suatu keuntungan yang nantinya akan didapat oleh negara anggotanya.
Bagi Indonesia sendiri, AFTA merupakan kerjasama yang menguntungkan.AFTA merupakan peluang bagi kegiatan eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif si pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN lainnya.
AFTA juga dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di Indonesia untuk mengekspor barangnya.Hal ini membuat para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-produknya selain di pasar dalam negeri.Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya dari segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.
Jelas semua hal tersenut dapat terwujud dengan adanya sokongan dari pemerintah Indonesia dalam memberikan modal bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang.Pemerintah Indonesia sepatutnya menerapkan suatu undang-undang yang memberikan kebebasan bagi para pelaku usahanya untuk meningkatkan daya saingnya.Hal ini dikarenakan untuk menciptakan suatu usaha yang mandiri terutama dalam menghadapi AFTA. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, jika suatu industri tidak dapat bersaing dikarenakan rendahnya mutu barang pemerintah haruslah memberikan suatu sokongan dengan cara memberikan bantuan modal.Bentuk bantuan tersebut semata-mata untuk merangsang para pengusaha kecil dan menengah dalam peningkatan kualitas barang produksinya agar dapat bersaing dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri.



B.   Strategi Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Asean/Tiongkok (ACFTA)

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Ardiansyah Parman memaparkan jurus menghadapi ACFTA. Antara lain:
1. Meningkatkan daya saing, pengamanan perdagangan dalam negeri serta penguatan ekspor. Untuk penguatan daya saing pihak Kementerian akan melaksanakan pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif, membangun KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), memperluas akses pembiayaan dan pengu-rangan biaya bunga, pembenahan sistem logistik, pelayanan publik, serta penyederhanaan peraturan dan meningkatkan kapasitas kerja,
2. Strategi pengamanan pasar domestik akan difokuskan kepada pengawasan tingkat border (pengamanan) serta peredaran barang di pasar lokal. Namun pihaknya juga akan melakukan promosi penggunaan produksi dalam negeri. Sedangkan untuk penguatan industri, pihak Kementerian Perdagangan berupaya mengoptimalkan peluang pasar China dan ASEAN sekaligus penguatan peran perwakilan luar negeri.Kementerian berusaha mengembangkan kebijakan dan diplomasi perdagangan di forum internasional, menjaga pertumbuhan (Ekonomi, menekan kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan lainnya," Kementerian Perdagangan telah menetapkan beberapa program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan daya saing komoditi ekspor serta mengamankan perdagangan dalam negeri.
Anggota DPR Komisi VI F-Ge-rindra Edhy Prabowo mengharapkan kalangan industri bisa merubah stigma ancaman dari ACFTA jadi sebuah peluang untuk bersaing dan meningkatkan hasil produksi.Menurut Pengamat Ekonomi Untan, Evi Asmayadi mengefektifkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/2008 yang mengharuskan setiap barang impor yang masuk ke Indonesia harus lolos verifikasi Sucofindo.Hasil verifikasi itu bisa dicantumkan dalam bentuk sertifikat yang ditempel di setiap barang produk impor yang masuk ke pasar Indonesia. Kemudian segera diberlakukan penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk impor, termasuk produk buatan Cina yang akan masuk. Selanjutnya, SNI harus diberlakukan terhadap produk-produk buatan pabrik milik perusahaan Cina yang ada di Indonesia. “Penerapan SNI ini penting untuk menciptakan standarisasi produk-produk impor yang masuk ke Indonesia, yang tak kalah penting adalah membenahi faktor-faktor yang menyangkut peraturan dan perijinan, meminimalisir ekonomi biaya tinggi, menurunkan suku bunga kredit, mempercepat pembangunan dan perbaikan infrastruktur, khususnya listrik, jalan, air bersih, dan pelabuhan, kemudian meningkatkan kualitas entrepreneur dan tenaga kerja, teknologi produksi, pemasaran, keuangan, iklim usaha dan investasi. Pemberlakuan kawasan perdagangan bebas ASEAN-China atau ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mulai Januari 2010 sudah terlanjur kita hadapi. Suka atau tidak suka dan siap atau tidak siap, kita harus siap, ini tak bisa lagi dihindari, ini harus kita hadapi dan dijalani.jadikanlah pemberlakuan ACFTA ini sebagai kesempatan, bukan semata-mata ancaman yang dipandang sebagai momok menakutkan. , ancaman harus dipandang sebagai pelecut agar dapat berlari mengejar ketertinggalan melalui berbagai upaya yang inovatif, kreatif, dan sinergis.

C.   Strategi Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas AFTA, ACFTA, AEC
Regionalisasi perdagangan pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi negara anggota dengan cara salah satunya mengurangi dan menghapus hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional. Penerapan liberalisasi perdagangan seperti AFTA, ACFTA dan AEC, memiliki dua sisi yang berbeda bagi perekonomian Indonesia.Liberalisasi perdagangan sangat bermanfaat perekonomian Indonesia tapi di satu sisi menjadi tantangan tersendiri. Manfaat dari liberalisasi perdagangan antara lain semakin besarnya pasar, terpenuhinya bahan baku dan kebutuhan modal, mendorong timbulnya daya saing, inovasi dan kreativitas serta terjadi transfer teknologi. Namun demikian, kunci dari adanya liberalisasi adalah adanya daya saing.Daya saing yang tinggi akan membuat negara dalam hal ini perusahaan negara tersebut bisa meraih keuntungan maksimal dalam perdagangan bebas atau liberalisasi perdagangan, namun perusahaan yang tidak memiliki daya saing tidak akan bisa meraih keuntungan dalam perdagangan bebas.
1. Daya Saing Dalam Negara
Daya saing suatu negara merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan perekonomian di ranah globalisasi ini. Konsep daya saing negara dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Daya Saing Ekonomi/Negara
Kekuatan daya saing sebuah negara/bangsa/ekonomi dipengaruhi kekuatan pondasinya, dan terakhir ini ditentukan oleh sejumlah pilar yang masing-masing mempunyai daya saingnya sendiri. Jika daya saing dari satu pilar rendah, maka akan membuat bangunan menjadi miring dan akhirnya bisa merobohkan bangunan tersebut. Pilar-pilar tersebut adalah sebagai berikut:

1.    Sumber Daya Alam
Indonesia mempunyai daya saing yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan misalnya Singapura.Pertama, wilayah daratan maupun lautan Indonesia jauh lebih luas daripada Singapura.Kedua, karena luasnya wilayah, Indonesia memiliki banyak SDA sedangkan Singapura praktis tidak punya segalanya.Dalam literature klasik mengenai perdagangan internasional, factor ala mini termasuk keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia. Namun, dengan kemajuan tekhnologi dan pengetahuan di satu sisi (yang membuat Negara-negara miskin akan SDA bisa menghasilkan SDA ‘buatan’ atau material-material yang bisa menggantikan SDA asli), sedangkan di sisi lain tidak memelihara SDA-nya secara baik (misalnya penebangan kayu berlebihan, pengotoran sungai, perusakan pantai, dsb), daya saing Indonesia dalam kepemilikan SDA bisa hilang.
2.    Perusahaan
Pemain terdepan di dalam persaingan adalah perusahaan. Daya saing perusahaan ditentukan oleh daya saing dari masing-masing inputnya, yaitu daya saing pengusaha, daya saing pekerja, dan daya saing input-input lainnya
3.    Inovator/inventor
Daya saing sebuah negara atau perusahaaan tidak lepas dari kegiatan inovasi, dan yang terakhir ini sangat ditentukan oleh kreativitas, keuletan, dan pengetahuan dari orang-orang yang disebut inovator atau inventor. Dengan kata lain, daya saing innovator/inventor sangat penting. Berhasilnya Samsung bersaing dengan Sony hingga saat ini mencerminkan bahwa daya saing dari innovator/inventor Korea Selatan tidak jauh berbeda dengan daya saing dari innovator/inventor di Jepang.
4.    Pemerintah
Pemerintah di suatu negara juga harus bersaing dengan pemerintah-pemerintah di negara-negara lain. Misalnya pemerintah Indonesia harus bisa bersaing dengan pemerintahan Cina dalam memberikan insentif, membuat peraturan dan membangun fasilitas yang menunjang peningkatan daya saing perusahaan di dalam negeri. Pemerintah dengan daya saing yang tinggi di suatu negara akan tercerminkan bentuk program, insentif, dan peraturan-peraturan yang pro bisnis.Selain itu juga tersedianya infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan public yang baik.
5.    Masyarakat
Negara-negara maju seperti AS, Jerman, Jepang, dan lainnya menunjukkan bahwa juga memiliki masyarakat berdaya saing tinggi.Hal ini bisa diukur dengan berbagai macam indikator seperti kedisiplinan dan kepatuhan masyarakat dalam berkendaraan, menjaga kebersihan, serta keseriusan dan keuletan dalam belajar dan berkarya.
b. Daya Saing Perusahaan
Daya saing perusahaan tercerminkan dari daya saing produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Daya saing dari perusahaan tersebut ditentukan oleh banyak factor, tujuh diantaranya yang sangat penting adalah: keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, system organisasi dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya seperti energi, bahan baku, dan lainnya.
2. Daya Saing Negara Indonesia
Sebuah lembaga bernama World Economic Forum (WEF) melakukan survei tentang daya saing negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil survey untuk periode 2009-1010, dari 133 negara yang disurvei posisi Indonesia berada pada peringkat 54, hanya satu poin membaik dibandingkan periode 2008-2009 di peringkat ke-55. Untuk periode 2010-2011, dari 139 negara, posisi Indonesia secara relatif membaik ke ringkat 44 dengan skor 4,43. Dari kelompok negara berkembang, Singapura selalu paling atas yang dengan sendirinya di kelompok ASEAN Singapura adalah nomor 1 .
Perbandingan daya saing negara-negara di Asia Tenggara
Negara anggota
Peringkat ASEAN
Peringkat Dunia
2008-2009
2009-2010
2010-2011
2008-2009 (132)
2009-2010 (133)
2010-2011 (139)
Singapura
1
1
1
5
3
3
Malaysia
2
2
2
21
24
26
Brunei Darussalam
4
3
3
39
32
28
Thailand
3
4
4
34
36
38
Indonesia
5
5
5
55
54
54
Vietnam
6
6
6
70
75
59
Filipina
7
7
7
71
87
85
Kamboja
8
8
8
109
110
109

Dari tabel dapat dilihat bagaimana persiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas baik  AFTA, ACFTA maupun AEC.

3. Dampak Regionalisasi Perdagangan bagi Perekonomian Indonesia
Beberapa literatur mencoba meneliti tentang dampak perdagangan bebas bagi perekonomian Indonesia.Penelitian ini bisa meneliti data-data yang sudah ada (AFTA sudah diterapkan sejak tahun 2000) dan dengan menggunakan beberapa simulasi.
Menurut Tambunan (2012), dengan diberlakukannya regionalisasi perdagangan, ternyata memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia. Penerapan AFTA akan membuka pasar yang lebih luas bagi produk Indonesia di pasar ASEAN. Namun demikian, ketika diuji dalam penerapan ACFTA, hasilnya secara umum, Indonesia tidak banyak mengalami keuntungan dan justru negara-negara lain yang mendapatkan keuntungan. Sektor pertanian terutama yang akan kalah bersaing dengan sektor pertanian di negara lain. Satu hal dari penelitian yang dilakukan juga menyebutkna bahwa perlunya inovasi untuk meningkatkan daya saing terutama sektor pertanian.


KESIMPULAN
Dari pemaparan dan pembahasan di atas, maka secara garis besar dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut :

1.    World Trade organitation (WTO) merupakan salah satu organisasi internasional yang berperan untuk mengatur transaksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara anggotanya. WTO sebenarnya adalah GATT ditambah dengan banyak kelebihan. Itulah sebabnya tidak dapat dipungkiri lagi bahwasannya kehadiran GATT/WTO memberi dampak yang signifikan bagi perkembangan perdagangan internasional. GATT/WTO sangat berperan dalam menentukan roda perdagangan internasional.
2.    ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. ASEAN–China Free Trade Area(ACFTA), adalah suatu kawasanperdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Tiongkok. AEC adalah salah satu kesepakatan negara-negara ASEAN dalam bidang ekonomi.Kesepakatan ini diimplementasikan dengan munculnya AFTA yang sudah dimulai pada tahun 2003.Penerapan AEC yang semula direncanakan tahun 2020, dipercepat menjadi tahun 2015.
3.    Untuk menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) Indonesia harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin jika Indonesia tidak ingin menjadi pasar potensial bagi negara ASEAN lainnya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan Indonesia untuk mempersiapkan itu antara lain membuat kebijakan perdagangan sebagai langkah awal peran pemerintah, menciptakan perusahaan yang kreatif, inovatif, dan mampu bersaing dengan pihak asing. Adapun upaya yang dilakukan untuk menunjangnya yaitu dengan membangun kesadaran ‘Aku Cinta Indonesia’.



DAFTAR PUSTAKA

Ø  Halwani, R. Hendra Prof. Dr. M.A. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi ekonomi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ø  Tambunan, Dr. Tulus T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ø  Budiardjo, Miriam. 2001. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Ø  Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan internasional, Disiplin dan Metodeologi. Jakarta: LP3ES.
Ø  Kartadjoemena, H.S. GATT dan WTO. Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan. Jakarta. UIP. 1996
Ø  Menuju ASEAN Economic Community 2015. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Ø  Tambunan, Tulus. Perekonomian Indonesia. Kajian Teoritis dan Analisis Empiris  Bogor: Ghalia Indonesia. 2012
Ø  http://hawamita.blogspot.com/2013/06/usaha-indonesia-menghadapi-perdagangan.html





No comments:

Post a Comment