DISUSUN OLEH :
NAMA : DANDY HAFIDH FAUZI
NIM : 43213120052
BIDANG
STUDI : S1-AKUNTANSI
UNIVERSITAS
MERCU BUANA
TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
PENDAHULUAN
Suatu
fenomena yang dalam terakhir ini berkembang pesat mengikuti pesatnya laju
globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok ekonomi dan perdagangan
regional disejumlah wilayah di dunia.Di dalam literature perdagangan / ekonomi
internasioanal, fenomena ini disebut sebagai regionalism, yakni pembentukan
integrasi-integrasi ekonomi regional seperti ASEAN di Asia Tenggara, Uni Eropa
(UE) di Eropa, dan NAFTA di Amerika Utara. Bentuk dari
integrasi-integrasi ekonomi regional yang ada bervariasi, mulai dari yang
sangat sederhana atau yang masih pada tahap awal dari pembentukan suatu
integrasi ekonomi regional, yakni sejumlah negara membuat
kesepakatan-kesepakatan bersama untuk meningkatkan perdagangan antarmereka
(preferential trading arrangement; PTA) yang bersifat tidak mengikat atau
sukarela seperti APEC (Asia Pacific
Economic Co-operation) hingga pembentukan organisasi resmi dengan segala
macam kesepakatan yang sifatnya mengikat, seperti ASEAN dan UE.
Kedua organisasi ekonomi regional tersebut mempunyai pengaruh yang tidak kecil
terhadap perdagangan internasional, terutama UE yang merupakan organisasi
ekonomi regional termaju di dunia hingga saat ini yang telah mencapai tahap
akhir dari pembentukan suatu integrasi ekonomi regional yakni kesamaan
dlam bidnag fiscal dan moneter dengan mengeluarkan uang tunggalnya Euro(€).
Bahkan organisasi ekonomi ini juga sangat diperhitungkan di dalam kancah
perpolitikan internasioanal. Semakin pentingnya UE, tidak hanya di dalam
perekonomian dan perdagangan Eropa, tetapi juga pada tingkat global, banyak
negara-negara di Eropa Timur bekas negara-negara satelit Uni soviet
berkeinginan keras untuk bergabung dengan UE. Bahkan Turki telah ditolak oleh
Perancis unutk semntara waktu tetap berusaha sekuat tenaga untuk bergabung
dengan UE.
Era globalisasi merupakan kondisi
dimana hampir tidak ada batas antar negara terkait adanya arus barang/jasa,
informasi, kebudayaan dan masih banyak lagi.Jika dilihat dari sisi perdagangan
internasional, arus barang/jasa antar negara menjadi semakin lancar, karena
hambatan perdagangan mulai dikurangi bahkan dihilangkan.Dengan demikian daya
saing suatu negara sangat penting untuk bisa bertahan dalam era
globalisasi.Pembahasan tentang perekonomian Indonesia di era globalisasi,
sangatlah perlu, karena mau tidak mau Indonesia adalah sebagai bagian dari
dunia internasional dimana kita membutuhkan barang/jasa dan modal dari luar
negeri sekaligus membutuhkan pasar di luar negeri untuk ekspor produksi dalam
negeri. Pada subbab awal akan dibahas tentang prinsip-prinsip perdagangan
internasional yang menjadi dasar beberapa perjanjian-perjanjian perdagangan
seperti AFTA dan AEC. Munculnya GATT dan WTO sebagai suatu organisasi yang
mengatur tentang perdagangan internasional juga akan dibahas dalam paper ini.
Dalam paper ini juga dibahas tentang beberapa regionalisasi perdagangan,
seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) dan
AEC (ASEAN Economic Community). Selain itu juga akan dibahas tentang strategi
bangsa Indonesia dalam menghadapi pasar bebas asean baik AFTA, ACFTA, AEC dan
beberapa literatur yang meneliti bagaimana posisi dan kesiapan Indonesia dalam
menghadapai pasar bebas.
PEMBAHASAN
PRINSIP
– PRINSIP PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Prinsip-prinsip
perdagangan internasional ini disusun oleh General Agreement Trade and Tariff
(GATT), sebuah organisasi yang mengatur perdagangan internasional.GATT nantinya
berubah menjadi World Trade Organization (WTO).Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Most Favored Nation atau Non
Diskriminasi
Secara umum, tidak ada diskriminasi
antar negara dalam perdagangan internasional. Semua negara mendapatkan perlakuan yang sama. Namun
demikian dalam beberapa hal negara-negara berkembang mendapatkan perlakukan
khusus.
2. National Treatment
Adanya perlakuan yang sama antara
barang domestik maupun barang lokal. Artinya jika suatu barang impor sudah
masuk ke pasar domestik, maka barang tersebut mendapatkan perlakuan yang sama
dengan barang domestik.
3. Tarif sebagai Instrumen Tunggal untuk
Proteksi.
Pembolehan kebijakan untuk melindungi
produk domestik dengan cara pengenaan tarif terhadap barang impor. Tetapi
pengenaan tarif adalah instrumen tunggal untuk proteksi sehingga tidak ada
kebijakan lain. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan proteksi lebih jelas dan
transparan serta dampak distorsi dari kebijakan proteksi bisa lebih jelas.
4. Tarif binding
Adanya tarif yang pasti dan jelas.Hal
ini agar lebih bisa memprediksi biaya-biaya terkait perdagangan internasional.
5. Persaingan Yang Adil
Dalam perdagangan internasional
diterapkan persaingan secara fair.Misalnya ketika suatu negara melakukan
subsidi ekspor atau dumping, maka negara pengimpor bisa melakukan politik
anti-dumping.
6. Larangan terhadap Restriksi
Kuantitatif
Secara umum, negara-negara dilarang
melakuan pembatasan kuota terhadap barang impor.Pembatasan kuantitas ini
dianggap menjadi penghambat dalam perdagangan internasional.Prinsip ini
dikecualikan untuk negara-negara yang bermasalah dengan neraca pembayaran.Namun
demikian, perkecualian ini bersifat sementara sampai negara tersebut bisa
menormalkan neraca pembayarannya.
7. Waiver dan Pembatasan Darurat terhadap
Impor
Pembatasan terhadap Impor
diperbolehkan hanya untuk keadaan darurat saja.Misalnya ketika suatu negara
industrinya terganggu karena barang impor yang melimpah atau ketika neraca
pembayaran, maka negara bisa melakukan pembatasan terhadap kuota impor.
8. Perkecualian untuk Perjanjian
Perdagangan Regional
Prinsip-prinsip dalam GATT ini bisa
dikecualikan untuk perdagangan regional.Pada prinsipnya perdagangan regional
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan perdagangan berupa tarif
dan bentuk hambatan lainnya bagi negara anggota.Contohnya adalah zona
perdagangan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).Bahkan di MEE telah menggunakan 1
mata uang yaitu Euro. Perdagangan regional yang lain seperti AFTA, ACFTA dan
AEC termasuk contoh lainnya yang akan segera diterapkan.
WTO
DAN GATT
A. Latar
Belakang Munculnya WTO dan GATT
GATT kepanjangan dari
General Agreement of Tariff and Trade.Terbentuk tahun 1947 dengan tujuan untuk
menyusun regulasi terkait dengan perdagangan internasional.Kemudian GATT
berkembang dan terus diperbaiki sistem maupun kelembagaannya sehingga
terbentuklah WTO (World Trade Organization).Pada dasarnya dua lembaga tersebut
dibentuk untuk mengatur tentang perdagangan internasional.Dalam sejarahnya
perdagangan internasional adalah perdagangan bebas antara negara-negara di
dunia dimana secara prinsip perdagangan bebas tersebut diharapkan mampu
memberikan suatu solusi terbaik dan keadilan bagi berjalannya roda perekonomian
dunia.Perdagangan internasional timbul akibat dari saling ketergantungan antara
satu negara dengan negara lainnya.Namun bukan berarti suatu negara yang
berdaulat tergantung sepenuhnya pada negara berdaulat lainnya, melainkan suatu
situasi dan kondisi dimana semuanya saling membutuhkan, saling memerlukan untuk
mempertahankan keseimbangan politis dan ekonomis dan tentu pula dalam rangka
pemenuhan kepentingan masing-masing negara.Satu negara mungkin mempunyai
keunggulan komparatif (comparative advantage) terhadap negara lain atau bahkan
keunggulan mutlak (absolute advantage), untuk itu diperlukan hubungan hukum
antar negara yang meliputi individu-individu, perusahaan-perusahaan dan
pemerintah. Pendapat ini adalah salah satu alasan yang menjelaskan mengapa
pentingnya perdagangan internasional.Dalam sudut pandang yang lain, terdapat
sisi lemah dalam konsep perdagangan bebas pada masa lalu, yaitu sebuah
perdagangan bebas tanpa adanya kontrol dan regulasi perdagangan yang jelas.
Akibatnya masing-masing negara saling memproteksi diri dan hanya saling
menguntungkan negaranya sendiri, hal tersebut dikarenakan kekeliruan persepsi
terhadap perdagangan bebas. Adapun persepsi yang dibangun pada masa itu bahwa
perdagangan dunia adalah saling memangsa satu sama lain, atau saling
memproteksi dan merugikan negara lain. Melihat keadaan tersebut maka
diperlukan adanya eksistensi prinsip kebebasan dalam bidang perdagangan
tersebut. Banyak usaha yang telah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup
panjang dan akhirnya menghasilkan suatu organisasi perdagangan internasional
yang diberi nama Word Trade Internasional atau yang lebih dikenal dengan
sebutan WTO yang terbentuk tanggal 1 Januari 1994. Sebelum
terbentuknya Word Trade Internasional (WTO) sebagai sebuah organisasi
perdagangan internasional yang utuh, maka untuk mewujudkan ketertiban dan
keadilan di bidang perdagangan internasional juga telah dibentuk General on
Tariffs and Trade (GATT) yang banyak ditandatangani oleh negara peserta pada
tahun 1947 dan mulai berlaku sejak 1948.
B. Tujuan Perdagangan Internasional
Secara umum tujuan adanya perdagangan
internasional yang dipelopori oleh GATT dan WTO diantaranya adalah untuk
1. Terciptanya lingkungan perdagangan
internasional yang aman dan pasti bagi komunitas bisnis
2. Melanjutkan proses liberalisasi
perdagangan untuk mengembangkan perdagangan
3. Meningkatkan investasi dan lapangan
kerja.
4. Memberikan suatu solusi terbaik dan
keadilan bagi berjalannya roda perekonomian dunia serta
5. Mewujudkan ketertiban dan keadilan
dibidang perdagangan internasional.
Meskipun
demikian, dalam perjalanannya untuk menciptakan liberalisasi dan stabilisasi
perdagangan di dunia, banyak kendala dan kepura-puraan yang terjadi dalam
perdagangan internasional, bukti yang ada memperlihatkan bahwa kalangan
pemerintah menyerah pada tekanan-tekanan yang bersifat protektif, akibatnya
diambil tindakan-tindakan restruktif yang digunakan dengan alasan politik
jangka pendek.Selama ancaman proteksi menyusupi perdagangan dunia,
ketidakpastian akses pasar akan terus merusak kepercayaan dunia usaha, terlebih
lagi tindakan kembali ke bilateralisme yang berlawanan dengan multilateralisme
akan menghancurkan tujuan dan fungsi yang telah dilakukan oleh GATT ataupun
WTO.
Adapun salah
satu cara untuk menciptakan dan mewujudkan semua tujuan di atas adalah dengan
secara bersama-sama memudahkan pengaturan tarif melalui perundingan. Selama
lebih empat puluh tahun berdirinya GATT, putaran negosiasi yang beruntun telah
mengubah situasi dunia, terutama sehubungan dengan perdagangan antara
negara-negara pedagang utama (negara maju). Perbaikan yang cukup besar
dalam kondisi-kondisi perdagangan adalah dengan cara memberikan lebih banyak
kebebasan memiliki kepada pembeli dengan harga yang lebih rendah. Cara ini
dinilai telah tepat dapat meningkatkan standar kehidupan dimana-mana dan pada
saat yang sama telah menaikkan efisiensi dan kesejahteraan produsen.
C. Komponen-Komponen Kelembagaan GATT
Sebagai
sebuah sistem pengendali dalam bidang perdagangan internasional, GATT mempunyai
komponen kelembagaan utama yang sedikit berbeda dengan WTO. Adapun komponen
tersebut terdiri dari:
1. GATT Sebagai Perjanjian Internasional
General on Tariffs and Trade (GATT)
sebagai sebuah perjanjian merupakan instrumen formal yang memberikan batasan
maupun ruang gerak kepada GATT itu sendiri sebagai sebuah lembaga. Oleh karena
itu GATT mempunyai kadar yuridis yang cukup tinggi. Jelasnya GATT hanyalah
sebuah bentuk perjanjian yang legal dan memiliki kekuatan hukum, bukan sebuah
organisasi internasional yang utuh.Namun secara berangsur-angsur GATT
menghimpun tenaga-tenaga stap, memiliki gedung sebagai markas besar,
mengembangkan berbagai komite, membuat anggaran, peraturan-peraturan internal
dan mengadakan berbagai tindakan yang merupakan suatu organisasi.
2. GATT sebagai forum pengambilan
keputusan
Secara bersama dan secara consensus
negara anggota GATT mengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan bersama.
3. GATT sebagai forum penyelesaian
sengketa
Salah satu kegiatan utama GATT adalah
sebagai forum penyelesaian sengketa apabila terjadi pelanggaran hak dan
kewajiban yang dilakukan oleh negara anggota.Akan tetapi forum penyelesaian
sengketa di masa GATT memiliki kelemahan tersendiri, yaitu banyaknya penolakan
negara-negara anggota dan banyaknya model penyelesaian sengketa berbeda yang
dinilai sesuai dengan kepentingan tiap-tiap negara anggota.
Oleh karna itu menurut Hudec terdapat tiga langkah mendasar dalam upaya pembaruan prosedur penyelesaian sengketa GATT, yaitu:
Oleh karna itu menurut Hudec terdapat tiga langkah mendasar dalam upaya pembaruan prosedur penyelesaian sengketa GATT, yaitu:
a. Perlunya peninjauan kembali prosedur
penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga itu sendiri sehubungan dengan munculnya
keraguan dikalangan negara-negara anggota.
b. Memperbaiki kelemahan-kelemahan
substansif yang menyebabkan negara anggota menolak model penyelesaian sengketa
yang ditawarkan dalam GATT tersebut.
c. Pada bidang-bidang yang memungkinkan
pembaharuan prosedural, diperlukan kewenangan dan kekuasaan yang lebih besar
dalam sistem GATT.
4. GATT sebagai forum negosiasi
Sebagai forum negosiasi GATT
menyelenggarakan serangkaian perundingan formal untuk meningkatkan perdagangan
dunia melalui upaya mengurangi hambatan-hambatan terhadap perdagangan dunia
baik berupa tarif maupun non-tarif.
D. WTO Sebagai Penyempurnaan dari GATT
Sedangkan
komponen kelembagaan dalam WTO adalah bersifat penyempurnaan dari
komponen-komponen GATT terdahulu yang dapat dilihat sebagai berikut:
1. WTO sebagai organisasi perdagangan
internasional yang permanen Word Trade Internasional (WTO) adalah suatu lembaga
perdagangan multilateral yang permanen. Sebagai lembaga yang permanen peranan
WTO akan lebih kuat dibandingkan GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam
struktur organisasi dan sistem pengambilan keputusan. WTO memiliki status
sebagai organ khusus PBB seperti halnya IMF (Internasional Monetary Fund) dan
IBRD (Internasional Bank for Reconstructes and Monetary Development). Hal
tersebut berbeda dengan GATT yang hanya berbentuk sebuah perjanjian yang legal.
2. WTO Sebagai Lembaga Penyempurna GATT.
Maksudnya adalah setelah beralihnya
GATT menjadi WTO, maka terdapat beberapa organ baru yang tidak terdapat dalam
GATT, seperti Minestrial Conference, General Council, Council Trade and Goods
(Dewan Perdagangan Jasa), Council for Trade Related Asfects of Internasional
Proferty Rights (Dewan Untuk Aspek Dagang yang Terkait dengan HAKI), Dispute
Setlement Body (Badan Penyelesaian Sengketa) serta Trade Policy Review Body
(Badan. Peninjauan Kebijaksanaan Perdagangan). Semua organ tersebut tidak
terdapat dalam GATT.
REGIONALISASI
PERDAGANGAN UNTUK INDONESIA
A. AFTA
(ASEAN Free Trade Area)
ASEAN Free
Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di
wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan
yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak
ada hambatan tarif (bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tariff bagi
negara-negara anggota ASEAN.
AFTA
disepakati pada tanggal 28 Januari 1992
di Singapura. Pada awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995,
sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997,
kemudian Kamboja pada tahun 1999.
Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi
negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia,
untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.Dalam kesepakatan,
AFTA direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya
dipercepat menjadi tahun 2003.
Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah
skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar
barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan
setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %. Anggota
ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga kategori :
1.
pengecualian
sementara,
2.
produk
pertanian yang sensitif
3.
pengecualian
umum lainnya.
Untuk kategori pertama, pengecualian bersifat sementara
karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni
0-5 %. Sedangkan untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010.
Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN
diharapkan mencapai titik 0 %.
AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang
diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen
utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4 program, yaitu :
1.
Program
pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negara- negara
ASEAN hingga mencapai 0-5 persen.
2.
Penghapusan
hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions)
dan hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).
3.
Mendorong
kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea
masuk serta standar dan kualitas.
4.
Penetapan
kandungan lokal sebesar 40 persen
B. ACFTA
(ASEAN–China
Free Trade Area)
ASEAN–China Free Trade Area(ACFTA), adalah suatu kawasanperdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN
dan Tiongkok. Kerangka kerjasama kesepakatan ini
ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi
pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010.
Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar
sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume
perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA. Usulan
pembentukan kawasan ini dicetuskan Tiongkok pada bulan November 2000. Pada saat
itu Tiongkok memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra
dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Regionalisasi ini
memungkinkan membanjirnya barang-barang dari negara ASEAN dan Tiongkok ke
Indonesia karena hambatan tarif dan non-tarif yang semakin dikurangi. Tetapi di
sisi lain, peluang barang produksi Indonesia untuk memperole pasar di Tiongkok
dan negara lain juga besar. Tinggal bagaimana daya saing dari masing-masing
produk tersebut.
Dalam rangka pelaksanaan ACFTA, Indonesia dan Tiongkok menyepakati
beberapa hal antara lain:
1. Tiongkok
sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis
(pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat
memasuki pasar Tiongkok.
2. Kedua
pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working
Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan
yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank
Mandiri di RRT demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan.
3. Kerjasama
antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank dimana
kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB
kepada LPEI.
4. Kedua
pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial
(Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi
Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat
dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur.
5. Kedua
belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama
Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening
Bilateral Economic Cooperation)
6. Membahas
Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade
Cooperation) yang intinya berisi perjanjian dan komitmen kedua negara untuk
meningkatkan hubungan bilateral khususnya terkait zona perdagnagan ACFTA.
C. ASEAN
Economic Community (AEC)
Pada tahun
1997, kepala negara ASEAN menyepakati adanya ASEAN Vision 2020, yaitu
mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dna berdaya saing tinggi dengan
penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi. Untuk mewujudkan
ASEAN Vision tersebut, pad atahun 2007 dibentuklah 3 pilar yaitu :
1. ASEAN Economic Community
2. ASEAN Political-Secure Community
3. ASEAN Socio-cultural Community.
AEC adalah
salah satu kesepakatan negara-negara ASEAN dalam bidang ekonomi.Kesepakatan ini
diimplementasikan dengan munculnya AFTA yang sudah dimulai pada tahun
2003.Penerapan AEC yang semula direncanakan tahun 2020, dipercepat menjadi
tahun 2015.
Untuk
mengimplementasikan AEC, disusunlah AEC blueprint yang menjadi pedoman
pelaksanaan AEC bagi semua negara anggota.Adapun kerangka blueprint dari AEC
adalah sebagai berikut.
1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis
produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga terdidik, dan aliran
modal yang lebih bebas;
2. ASEAN sebagai kawasan ekonomi dengan
daya saing tinggi,dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak
atas kekayaan intelektual, pengembangan infratsruktur, perpajakan dan
e-commerce;
3. ASEAN sebagai kawasan dengan
pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan
menengah dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos
dan Vietnam);
4. ASEAN sebagai kawasan yang
terintegrasi penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang
koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan dan meningkatkan peran serta
dalam jejaring produksi global.
Dari
kerangka tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembentukan AEC adalah untuk
membentuk suatu kawasan perekonomian dengan daya saing tinggi dengan peraturan
dan kesepakatan yang jelas antar sesama negara anggota dengan tujuan akhir
adalah kemakmuran bagi masing-masing negara.
STRATEGI
INDONESIA MENGHADAPI PASAR BEBAS
A.
Strategi
Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Asean (AFTA)
Dalam AFTA, peran negara dalam
perdagangan sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Sebab, mekanisme tarif
yang merupakan wewenang negara dipangkas.Karena itu, diperlukan perubahan
paradigma yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan perdagangan yang
mengandalkan proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing.Tidak
saja secara nasional atau regional dalam AFTA, namun juga secara global.Karena
itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan, dan keunggulan produk
menjadi salah satu kunci keberhasilan.
1. Kebijakan Perdagangan sebagai
Langkah Awal Peran Pemerintah
Kebijakan
perdagangan dalam periode memasuki era globalisasi ekonomi diarahkan pada
penciptaan dan pemantapa kerangka landasan perdagangan, yaitu dengan
meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri
dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan
harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menenunjnag efisiensi
produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan
kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan rakyat serta
menetapkan stabilitas ekonomi.Dalam pelaksanaanya, kebijakan tersebut
dupayakan secara terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan dibidang-bidang
lainnya agar tercapainya keseimbangan dalam mencapai berbagai tujuan
pembangunan.
Kerangka landasn perdagangan yang
ingin dicapai tersebut meliputi unsur-unsur sebagai berikut.
1.
Penciptaan struktur ekspor nonmigas
yang kuat dan tangguh yang tidak terganggu oleh gejolak dengan melakukan
diversifikasi, baik produk pasar maupun pelakunya.
2.
Penciptaan system distribusi
nasional ayng efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan daya saing
produk-produk ekspor, mempertahankan tingkat harga yang stabil didalam negeri
dan pengembangan produksi dalam negeri menuju structur ekonomi yang lebih
berimbang dengan industry yang makin kuat dan didukung oleh pertanian yang
tangguh.
3.
Peningkatan daya saing usaha sebagai
pelaku dalam kegiatan ekonomi perdagangan, baik dalam negeri maupun ekspor
dengan memupuk kebersamaan yang kokh dalam menghadapi pasar dunia yang semakin
ketat persaingannya. Di samping itu di bina kerjasama yang saling menguntungkan
antara unsure-unsur dunia usaha dan antara yang besar, menengah dan kecil.
4.
Transportasi pasar dan pengelolaan
kegiatan perdagangan. Untuk itu, kegiatan informasi perdaganganakan lebih
diintensifkan agar para pengusaha dengan mudah memperolehnya. Telah dibangun
system jaringan informasi pasar yang untuk sementara kegiatannya masih
terbatas di ibukota provinsi utama, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Medan,
Surabaya, dan Ujung Pandang. Jaringan informasi ini dihubungkan juga dengan
kantor-kantor Indonesian Trade Promotion Centre (ITCP) di luar negeri.
Informasi yang tersedia meliputi berbagai peraturan dibidang ekspor, daftar
iportir diluar negeri, produk-produk yang diminta, dan data-data perdagangan
berbagai Negara.
5.
Kemantapan bekerjanya
lembaga-lembaga perdagangan. Berfungsinya secara baik lembaga-lembaga
perdaganagan sangat penting dalam memperlancar arus pengadaan dan penyaluran
barang, baik untu keperluan didalam negeri maupun untuk ekspor. Untuk itu,akan
terus dikembangkannya peranan dari badan pelaksana komoditi, pasar lelang
karet, pembinaan keagenan, pasar dan sebagainya.
6.
Kemantapan bekerjanya sector
penunjang perdagangan. Untuk itu, secara terus menerus dibina kerjasama
berbagai instasi terkait agar dapat persamaan persepsi dan langkah dalam rangka
meningkatkan ekspor khususnya serta terbinanya perdagnagn yang lancer pada
umumnya.
Pembangunan perdagangan dalam negeri
sangat berperan dalam mewujudkan trilogy pembangunan, yang meliputi
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan laju pertumbuhan, dan
memantapkan stabilitas ekonomi. Perdagangan dalam negeri yang efisien dan
efektif akan memperlancar arus barang dan jasa serta semakin meluasnya pasar
produk-produk dalam negeri akan meningkatkan kegiatan produksi dari sector ynag
bersangkutan maupun sector lain. Berkembangnya sector-sektor tersebut dengan
sendirinya akan meningktkan kesmpatan kerja. Tersedianya barang dna jasa
dipasar dengan harga yang layak bagi kesejahteraan hidup rakyat. Hal ini
dimungkinkan apabila diterapakan system tata niaga yang efisien dan efektif.
2.
Menciptakan Perusahaan yang Kreatif, Inovatif dan mampu bersaing dengan pihak
Asing
Asean Free Trade Area, menuntut
setiap Industri maupun perusahaan yang akan bersaing didalamnya untuk
memberikan output terbaik dan memiliki ciri khas yang menampilkan keunggulan
bangsa. Sehingga industri tersebut mampu bersaing dengan negara lain. Indonesia memiliki ratusan industri yang
tersebar di berbagai sektor. Industri tersebut meliputi Industri Sandang,
Pangan, Property, Pariwisata, Pertambangan dan lain lain.Jika diperhatikan, ada
perbedaan besar antara industri di indonesia dengan negara lain, yaitu
kemampuan industri dalam menciptakan output yang memiliki daya tarik serta
kualitas kelas atas. Indonesia memang memiliki industri yang lebih bannyak, namun
kualitas rata-rata dari industri tersebut masih kurang bersaing. Pemerintah
perlu melakukan sinergi dengan masyarakat untuk membangun industri yang
berkualitas, kreatif, inovatif dan mampu bersaing dengan industri lain.
3.
Membangun Kesadaran ‘Aku Cinta Indonesia’
Adanya Asean Free Trade Area akan
menciptakan asosiasi dan akulturasi antar budaya di indonesia. Budaya-budaya
antar negara di ASEAN akan saling berbaur dan menciptakan persaingan budaya.
Indonesia harus menanamkan rasa cinta tanah air dan rasa bangga menggunakan
produk industri sendiri pada masyarakatnya. Tujuannya agar indonesia tidak
kalah saing dalam persaingan antar budaya di ASEAN. Selain itu, penanaman rasa
cinta produk indonesia, akan meningkatkan jumlah pendapatan ekonomi dan
menurangi dampak impor produk dari luar negeri.
4. Proteksi
Proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan
pada industry-industri domestic terhadap masuknya barang impor dalam jangka
waktu tertentu.Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan, atau mengecilkan
kelangsungan indusri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum.Tindakan
tersebut merupakan aktivitas yang dapat dibenarkan, bahwa tidak masuk akal
untuk mengimpor barang yang dibuat didalam negeri.Sesuai dengan pemikiran Merkantilisme,
kebijakan perdagangan luar negeri memiliki dua tujuan utama, yakni meningkatkan
ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor.Contoh
dari proteksi yang telah dilakukan oleh pemerintah menghadapi AFTA adalah
sebagai berikut ini.
Departemen Pertanian (Deptan)
menyetujui usulan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) agar pemerintah
memberikan perlindungan sementara terhadap komoditas hasil pertanian yang belum
mampu bersaing di Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA).
Pemerintah harus memberikan perlindungan yang bagus, dalam artian proteksi yang
mampu memacu petani untuk berkembang dan pada saat yang sama kita butuh pemicu
buat mereka dalam bentuk dukungan kredit, teknologi, informasi, dan sebagainya.
fasilitas tersebut diperlukan agar petani Indonesia tetap eksis, termasuk
pemberlakuan tarif Bea Masuk (BM) impor yang tinggi untuk komoditas pertanian
tertentu. Bahkan negara lain khususnya di luar ASEAN telah lebih dulu dari
Indonesia melakukan proteksi untuk komoditas tertentu melalui pengenaan tarif
impor yang tinggi. Cina misalnya, mengenakan kuota impor beras dengan BM
sebesar 1-9 persen untuk jumlah kuota yang ditetapkan sebanyak 200 ribu ton dan
tarif impor 180 persen di atas kuota itu. Dalam pelaksanaan Common Effective
Preferential Tariff (CEPT)-AFTA, masing-masing negara setiap tahun mengeluarkan
legal enactment (semacam surat keputusan) pada 1 Januari yang memasukkan
produknya dalam IL.
Dalam SK Menteri Keuangan mengenai
CEPT-AFTA pada 2001, hanya sekitar 7.192 pos tarif yang disetujui masuk IL.Pada
2002, jumlahnya produk yang masuk dalam IL bertambah menjadi 7.206 pos tarif
dengan masuknya sejumlah item produk pertanian itu. Namun dari total 7.206 pos
tarif yang masuk IL, 66 pos tarif untuk produk kimia dan plastik tidak
dimajukan penurunan tarifnya pada 2002, melainkan tetap pada 2003. Tidak hanya
Indonesia yang produknya masuk daftar fleksibilitas, sehingga produk dalam
IL-nya belum mencapai tarif nol sampai 5 persen.Anggota ASEAN lainnya yang
memasukkan produknya dalam daftar fleksibilitas adalah Brunei 16 item, Malaysia
922 item, Pilipina 199 item, dan Thailand 472 item.
Meskipun sekitar 99 persen dari
7.206 pos tarif diturunkan tarifnya pada 2002, Indonesia diyakini mampu
bersaing dengan produk negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data statistik,
perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya selalu surplus, kecuali
dengan Thailand, karena Indonesia banyak mengimpor gula dan beras. Selama ini,
Indonesia maupun negara ASEAN lainnya kurang memanfaatkan perdagangan
regional.Perdagangan Indonesia dengan sesama negara ASEAN sejauh ini baru
mencapai 20 persen.Padahal, perdagangan sesama negara di Eropa mencapai 70%.
5. Persoalan yang dihadapi oleh
Indonesia
Dalam menghadapi AFTA, Indonesia
sebagai salah satu Negara anggota ASEAN masih memiliki beberapa kendala yang
menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi AFTA, diantanya adalah; dari
segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di
Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang
baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang
berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional.
Faktor lain yang amat penting adalah
lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha
ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan
berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di semua lapisan, harga
produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan
akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan mendorong ekonomi lokal
ternyata dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari dunia usaha
tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi malah menampilkan sisi buruknya yang
bisa mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dunia.
Persoalan lain yang harus dihadapi
adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan
maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang
selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional.Miliaran dolar amblas
setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan dengan baik. Menurut
taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari seharusnya digunakan untuk
mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan sarana yang lain. Kendala utama
bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di kalangan pejabat,
politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja.Mengubah pola pikir ini sangat penting
bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Namun, selain menghadapi berbagai
persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang
yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan
harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara
bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai lahan investasi.
Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai
keunggulan komparatif.Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan.Ternyata,
kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.Berdasarkan
peraturan Pemerintah Nomer 63 tahun 1999, pihak asing dimungkinkan untuk
mempunyai saham hampir 99 persen.Jadi jika ingin menambah sahamnya, sedangkan
partner lokalnya tidak mampu, maka saham partner lokal menjadi terdivestasi.
6. Dampak AFTA
Ada banyak dampak suatu perjanjian
perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan.
Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan
B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat
negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi
barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor
sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya, negara kedua akan
memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan
akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat
produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara
mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi
dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara
kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua
negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan
perdagangan).
Saat ini AFTA sudah hampir
seluruhnya diimplementasikan.Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif
impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat
ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam
daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6
(Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah
diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.Sesuai dengan teori yang dibahas di
atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara
ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami
pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu,
ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan sebesar
40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.
Adanya AFTA telah memberikan
kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di
pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN.Untuk pasar Indonesia,
kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih
lebih baik dari China.Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara
ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa
pasar China di Indonesia. Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara
ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan
ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di
Indonesia
7. Keuntungan AFTA Bagi Indonesia
Suatu kesepakatan atau perjanjian
kerjasama dalam perdagangan dilakukan terdapat suatu keuntungan tersendiri bagi
negara yang ikut kedalamnya. Dalam AFTA tersendiri, negara-negara ASEAN sepakat
untuk ikut serta berarti terdapat suatu keuntungan yang nantinya akan didapat
oleh negara anggotanya.
Bagi Indonesia sendiri, AFTA
merupakan kerjasama yang menguntungkan.AFTA merupakan peluang bagi kegiatan
eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi
suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif si
pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong
perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para
pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga
dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN
lainnya.
AFTA juga dianggap dapat memberikan
peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di Indonesia untuk mengekspor
barangnya.Hal ini membuat para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk
melempar produk-produknya selain di pasar dalam negeri.Adanya kesempatan besar
bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya
dari segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia
untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.
Jelas semua hal tersenut dapat
terwujud dengan adanya sokongan dari pemerintah Indonesia dalam memberikan modal
bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang.Pemerintah Indonesia
sepatutnya menerapkan suatu undang-undang yang memberikan kebebasan bagi para
pelaku usahanya untuk meningkatkan daya saingnya.Hal ini dikarenakan untuk
menciptakan suatu usaha yang mandiri terutama dalam menghadapi AFTA. Dukungan
pemerintah sangat dibutuhkan disini, jika suatu industri tidak dapat bersaing
dikarenakan rendahnya mutu barang pemerintah haruslah memberikan suatu sokongan
dengan cara memberikan bantuan modal.Bentuk bantuan tersebut semata-mata untuk
merangsang para pengusaha kecil dan menengah dalam peningkatan kualitas barang
produksinya agar dapat bersaing dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar
dalam negeri.
B.
Strategi
Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Asean/Tiongkok (ACFTA)
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Ardiansyah Parman memaparkan jurus menghadapi ACFTA. Antara lain:
1.
Meningkatkan daya saing, pengamanan perdagangan dalam negeri serta penguatan
ekspor. Untuk penguatan daya saing pihak Kementerian akan melaksanakan
pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif, membangun KEK (Kawasan
Ekonomi Khusus), memperluas akses pembiayaan dan pengu-rangan biaya bunga,
pembenahan sistem logistik, pelayanan publik, serta penyederhanaan peraturan dan
meningkatkan kapasitas kerja,
2.
Strategi pengamanan pasar domestik akan difokuskan kepada pengawasan tingkat
border (pengamanan) serta peredaran barang di pasar lokal. Namun pihaknya juga
akan melakukan promosi penggunaan produksi dalam negeri. Sedangkan untuk
penguatan industri, pihak Kementerian Perdagangan berupaya mengoptimalkan
peluang pasar China dan ASEAN sekaligus penguatan peran perwakilan luar
negeri.Kementerian berusaha mengembangkan kebijakan dan diplomasi perdagangan
di forum internasional, menjaga pertumbuhan (Ekonomi, menekan kesenjangan
kesejahteraan masyarakat dan lainnya," Kementerian Perdagangan telah
menetapkan beberapa program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan daya saing
komoditi ekspor serta mengamankan perdagangan dalam negeri.
Anggota DPR
Komisi VI F-Ge-rindra Edhy Prabowo mengharapkan kalangan industri bisa merubah
stigma ancaman dari ACFTA jadi sebuah peluang untuk bersaing dan meningkatkan
hasil produksi.Menurut Pengamat Ekonomi Untan, Evi Asmayadi mengefektifkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/2008 yang mengharuskan setiap barang
impor yang masuk ke Indonesia harus lolos verifikasi Sucofindo.Hasil verifikasi
itu bisa dicantumkan dalam bentuk sertifikat yang ditempel di setiap barang
produk impor yang masuk ke pasar Indonesia. Kemudian segera diberlakukan
penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk impor, termasuk
produk buatan Cina yang akan masuk. Selanjutnya, SNI harus diberlakukan
terhadap produk-produk buatan pabrik milik perusahaan Cina yang ada di
Indonesia. “Penerapan SNI ini penting untuk menciptakan standarisasi
produk-produk impor yang masuk ke Indonesia, yang tak kalah penting adalah
membenahi faktor-faktor yang menyangkut peraturan dan perijinan, meminimalisir
ekonomi biaya tinggi, menurunkan suku bunga kredit, mempercepat pembangunan dan
perbaikan infrastruktur, khususnya listrik, jalan, air bersih, dan pelabuhan,
kemudian meningkatkan kualitas entrepreneur dan tenaga kerja, teknologi
produksi, pemasaran, keuangan, iklim usaha dan investasi. Pemberlakuan kawasan
perdagangan bebas ASEAN-China atau ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mulai
Januari 2010 sudah terlanjur kita hadapi. Suka atau tidak suka dan siap atau
tidak siap, kita harus siap, ini tak bisa lagi dihindari, ini harus kita hadapi
dan dijalani.jadikanlah pemberlakuan ACFTA ini sebagai kesempatan, bukan
semata-mata ancaman yang dipandang sebagai momok menakutkan. , ancaman harus
dipandang sebagai pelecut agar dapat berlari mengejar ketertinggalan melalui
berbagai upaya yang inovatif, kreatif, dan sinergis.
C.
Strategi
Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas AFTA, ACFTA, AEC
Regionalisasi
perdagangan pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi
negara anggota dengan cara salah satunya mengurangi dan menghapus
hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional. Penerapan liberalisasi
perdagangan seperti AFTA, ACFTA dan AEC, memiliki dua sisi yang berbeda bagi
perekonomian Indonesia.Liberalisasi perdagangan sangat bermanfaat perekonomian
Indonesia tapi di satu sisi menjadi tantangan tersendiri. Manfaat dari
liberalisasi perdagangan antara lain semakin besarnya pasar, terpenuhinya bahan
baku dan kebutuhan modal, mendorong timbulnya daya saing, inovasi dan
kreativitas serta terjadi transfer teknologi. Namun demikian, kunci dari adanya
liberalisasi adalah adanya daya saing.Daya
saing yang tinggi akan membuat negara dalam hal ini perusahaan negara tersebut
bisa meraih keuntungan maksimal dalam perdagangan bebas atau liberalisasi perdagangan,
namun perusahaan yang tidak memiliki daya saing tidak akan bisa meraih
keuntungan dalam perdagangan bebas.
1. Daya
Saing Dalam Negara
Daya saing
suatu negara merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan
perekonomian di ranah globalisasi ini. Konsep daya saing negara dibagi menjadi
2, yaitu :
a. Daya Saing Ekonomi/Negara
Kekuatan daya saing sebuah
negara/bangsa/ekonomi dipengaruhi kekuatan pondasinya, dan terakhir ini
ditentukan oleh sejumlah pilar yang masing-masing mempunyai daya saingnya
sendiri. Jika daya saing dari satu pilar rendah, maka akan membuat bangunan
menjadi miring dan akhirnya bisa merobohkan bangunan tersebut. Pilar-pilar
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Sumber
Daya Alam
Indonesia
mempunyai daya saing yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan misalnya
Singapura.Pertama, wilayah daratan maupun lautan Indonesia jauh lebih luas
daripada Singapura.Kedua, karena luasnya wilayah, Indonesia memiliki banyak SDA
sedangkan Singapura praktis tidak punya segalanya.Dalam literature klasik
mengenai perdagangan internasional, factor ala mini termasuk keunggulan
komparatif yang dimiliki Indonesia. Namun, dengan kemajuan tekhnologi dan
pengetahuan di satu sisi (yang membuat Negara-negara miskin akan SDA bisa
menghasilkan SDA ‘buatan’ atau material-material yang bisa menggantikan SDA
asli), sedangkan di sisi lain tidak memelihara SDA-nya secara baik (misalnya
penebangan kayu berlebihan, pengotoran sungai, perusakan pantai, dsb), daya
saing Indonesia dalam kepemilikan SDA bisa hilang.
2.
Perusahaan
Pemain
terdepan di dalam persaingan adalah perusahaan. Daya saing perusahaan
ditentukan oleh daya saing dari masing-masing inputnya, yaitu daya saing
pengusaha, daya saing pekerja, dan daya saing input-input lainnya
3.
Inovator/inventor
Daya
saing sebuah negara atau perusahaaan tidak lepas dari kegiatan inovasi, dan
yang terakhir ini sangat ditentukan oleh kreativitas, keuletan, dan pengetahuan
dari orang-orang yang disebut inovator atau inventor. Dengan kata lain, daya
saing innovator/inventor sangat penting. Berhasilnya Samsung bersaing dengan
Sony hingga saat ini mencerminkan bahwa daya saing dari innovator/inventor
Korea Selatan tidak jauh berbeda dengan daya saing dari innovator/inventor di
Jepang.
4.
Pemerintah
Pemerintah
di suatu negara juga harus bersaing dengan pemerintah-pemerintah di
negara-negara lain. Misalnya pemerintah Indonesia harus bisa bersaing dengan
pemerintahan Cina dalam memberikan insentif, membuat peraturan dan membangun
fasilitas yang menunjang peningkatan daya saing perusahaan di dalam negeri.
Pemerintah dengan daya saing yang tinggi di suatu negara akan tercerminkan
bentuk program, insentif, dan peraturan-peraturan yang pro bisnis.Selain itu
juga tersedianya infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan public
yang baik.
5.
Masyarakat
Negara-negara
maju seperti AS, Jerman, Jepang, dan lainnya menunjukkan bahwa juga memiliki
masyarakat berdaya saing tinggi.Hal ini bisa diukur dengan berbagai macam
indikator seperti kedisiplinan dan kepatuhan masyarakat dalam berkendaraan,
menjaga kebersihan, serta keseriusan dan keuletan dalam belajar dan berkarya.
b. Daya Saing Perusahaan
Daya
saing perusahaan tercerminkan dari daya saing produk yang dihasilkan oleh
perusahaan tersebut. Daya saing dari perusahaan tersebut ditentukan oleh banyak
factor, tujuh diantaranya yang sangat penting adalah: keahlian atau tingkat
pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, system organisasi
dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi,
ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya seperti energi,
bahan baku, dan lainnya.
2.
Daya Saing Negara Indonesia
Sebuah
lembaga bernama World Economic Forum (WEF) melakukan survei tentang daya saing
negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil survey untuk
periode 2009-1010, dari 133 negara yang disurvei posisi Indonesia berada pada
peringkat 54, hanya satu poin membaik dibandingkan periode 2008-2009 di
peringkat ke-55. Untuk periode 2010-2011, dari 139 negara, posisi Indonesia
secara relatif membaik ke ringkat 44 dengan skor 4,43. Dari kelompok negara
berkembang, Singapura selalu paling atas yang dengan sendirinya di kelompok
ASEAN Singapura adalah nomor 1 .
Perbandingan
daya saing negara-negara di Asia Tenggara
Negara anggota
|
Peringkat ASEAN
|
Peringkat Dunia
|
||||
2008-2009
|
2009-2010
|
2010-2011
|
2008-2009 (132)
|
2009-2010 (133)
|
2010-2011 (139)
|
|
Singapura
|
1
|
1
|
1
|
5
|
3
|
3
|
Malaysia
|
2
|
2
|
2
|
21
|
24
|
26
|
Brunei Darussalam
|
4
|
3
|
3
|
39
|
32
|
28
|
Thailand
|
3
|
4
|
4
|
34
|
36
|
38
|
Indonesia
|
5
|
5
|
5
|
55
|
54
|
54
|
Vietnam
|
6
|
6
|
6
|
70
|
75
|
59
|
Filipina
|
7
|
7
|
7
|
71
|
87
|
85
|
Kamboja
|
8
|
8
|
8
|
109
|
110
|
109
|
Dari
tabel dapat dilihat bagaimana persiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan
bebas baik AFTA, ACFTA maupun AEC.
3. Dampak Regionalisasi Perdagangan bagi Perekonomian
Indonesia
Beberapa
literatur mencoba meneliti tentang dampak perdagangan bebas bagi perekonomian
Indonesia.Penelitian ini bisa meneliti data-data yang sudah ada (AFTA sudah
diterapkan sejak tahun 2000) dan dengan menggunakan beberapa simulasi.
Menurut
Tambunan (2012), dengan diberlakukannya regionalisasi perdagangan, ternyata
memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia. Penerapan AFTA akan membuka
pasar yang lebih luas bagi produk Indonesia di pasar ASEAN. Namun demikian, ketika
diuji dalam penerapan ACFTA, hasilnya secara umum, Indonesia tidak banyak
mengalami keuntungan dan justru negara-negara lain yang mendapatkan keuntungan.
Sektor pertanian terutama yang akan kalah bersaing dengan sektor pertanian di
negara lain. Satu hal dari penelitian yang dilakukan juga menyebutkna bahwa
perlunya inovasi untuk meningkatkan daya saing terutama sektor pertanian.
KESIMPULAN
Dari pemaparan dan pembahasan di
atas, maka secara garis besar dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai
berikut :
1. World
Trade organitation (WTO) merupakan salah satu organisasi internasional yang
berperan untuk mengatur transaksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara
anggotanya. WTO sebenarnya adalah GATT ditambah dengan banyak kelebihan. Itulah
sebabnya tidak dapat dipungkiri lagi bahwasannya kehadiran GATT/WTO memberi
dampak yang signifikan bagi perkembangan perdagangan internasional. GATT/WTO
sangat berperan dalam menentukan roda perdagangan internasional.
2. ASEAN
Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk kerjasama perdagangan dan ekonomi di
wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan
yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak
ada hambatan tarif maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya
saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan
antar anggota ASEAN. ASEAN–China Free Trade Area(ACFTA), adalah suatu kawasanperdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN
dan Tiongkok. AEC adalah salah satu kesepakatan
negara-negara ASEAN dalam bidang ekonomi.Kesepakatan ini diimplementasikan
dengan munculnya AFTA yang sudah dimulai pada tahun 2003.Penerapan AEC yang
semula direncanakan tahun 2020, dipercepat menjadi tahun 2015.
3. Untuk
menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) Indonesia harus mempersiapkan diri semaksimal
mungkin jika Indonesia tidak ingin menjadi pasar potensial bagi negara ASEAN
lainnya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan Indonesia untuk mempersiapkan itu
antara lain membuat kebijakan perdagangan sebagai langkah awal peran
pemerintah, menciptakan perusahaan yang kreatif, inovatif, dan mampu bersaing
dengan pihak asing. Adapun upaya yang dilakukan untuk menunjangnya yaitu dengan
membangun kesadaran ‘Aku Cinta Indonesia’.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Halwani, R. Hendra Prof. Dr. M.A.
2005. Ekonomi Internasional dan
Globalisasi ekonomi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ø
Tambunan, Dr. Tulus T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Ø
Budiardjo, Miriam. 2001. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:
Gramedia
Ø
Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan internasional, Disiplin dan
Metodeologi. Jakarta: LP3ES.
Ø
Kartadjoemena, H.S. GATT dan WTO. Sistem, Forum dan
Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan. Jakarta. UIP. 1996
Ø Menuju ASEAN Economic Community 2015.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Ø Tambunan, Tulus. Perekonomian
Indonesia. Kajian Teoritis dan Analisis Empiris
Bogor: Ghalia Indonesia. 2012
Ø http://hawamita.blogspot.com/2013/06/usaha-indonesia-menghadapi-perdagangan.html
No comments:
Post a Comment